“Senandung Do’a, Meraih Cita”

(Seri Tafakkur dan Birrul Walidain)

Oleh: Agus Qorib el-Akhwan

Saudaraku, hidup ini adalah hanya sebuah perjalanan yang akhirnya akan sampai tempat tujuan, ibarat air yang mengalir ia akan sampai pada muaranya, ibarat matahari yang terbit di ufuk timur ia akan tenggelam di ufuk barat. Perjalanan hidup ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Setiap manusia pasti akan menjalani roda kehidupann. Kecuali bagi mereka yang sudah dipastikan tidak dapat menghirup nafas dan melihat dunia yang fana dari ibunya. Tidak bisa dipungkiri yang namanya hidup harus menerima resiko, resiko itu harus dijalani oleh setiap insan yang sudah ditaqdirkan hidup dari “ lauhil Mahfudz”, alam di luar alam fana ini.

Merajut benang kehidupan adalah keniscayaan yang harus dijalani oleh setiap insan. Tidaklah wajar jika setiap insan menjalani roda kehidupannya dengan tiada ujian dan coban yang terkadang menerpa dalam runyamnya kehidupan.

Pantaslah setiap insan menjalani roda kehidupannya dengan memenuhi alam mimpinya yang tak bertepi, entah sebagai inspirasi atau sebagai misteri di kehidupan dunia yang terbatas ini. Memang hanya sebuah pilihan bagi setiap insan untuk dapat menjalani roda kehidupannya. Apakah kebaikan atau keburukan yang akan ia jumpai di alam ini.

Suatu hari menjadi detik-detik yang menentukan dalam hidupku. Aku merasakan sebuah hal yang sacret (rahasia) tapi sesuatu itu menjadi ganjalan di dalam perasanku. Detak jantungku semakin berdetak hebat, nafasku semakin tidak beraturan, kepalaku pusing tujuh keliling, sekujur tubuhku berkeringat menetes membasahi tubuhku ketika aku harus menceritakan perihal yang kualami ini.

Kejadian yang sangat aku pertaruhkan dalam reputasi hidupku, sebenarnya hal itu tidak pantas, tidak wajar untuk aku ceritakan kepada orang lain. Namun ini adalah cerita yang menurutku hal yang penting diungkap agar hidupku merasa tenang dan tidak terombang-ambing jika aku tidak segera membuka kartu “AS’ yang selama ini menjadi beban pikiranku.

Beginilah yang dapat aku ungkapkan, “ aku adalah anak terakhir dari lima bersaudara, kakakku semuanya sudah berkeluarga, tinggal aku yang belum berkeluarga dan masih meminta nafkah dari kedua orang tuaku. Bapakku berusia 62 th, ibuku 50 th.. Mereka berdua berusaha keras dengan membanting tulang setiap harinya demi membesarkan dan melabuhkan harapan dan cita-cita anaknya.

Bapakku dengan usia senjanya sudah menjadi pensiunan “guru mata pelajaran Agama Islam” di SD, terletak di sebuah desa pedalaman yang beralam perbukitan dan pegunungan berjarak 10 km dari rumahku. Masih ingat di waktu beliau mengajar beliau selalu mengayuh motor buntutnya bermerek “ Yamaha Autulobe 75” keluaran tahun 1975, sampai kinipun motor itu masih bertahan dan diparkir di rumahku. Saat ini motor itu juga pensiun dari tugasnya yang rutin mengantarkan bapakku dalam tugas mulianya ke SD-nya dulu. Walaupun sudah lama motor itu bagi bapakku menjadi teman dalam hidupnya untuk sekedar menggunakannya bepergian di sawah atau kegiatan seharinya, misalnya mengantarkan ibuku ke pasar atau bersilaturrrahim ke sanak saudara terdekat. Terimaksih bapak…engakulah pemimpin keluarga yang tangguh, sabar dengan kepribadian shaleh yang juga engkau tularkan kepada putra-putrimu. Engakulah suri tauladan terbaik bagi keluarga dan putra-putrimu…

Sedangkan berbicara tentang ibuku, ibuku adalah seorang ibu rumah tangga yang menyibukkan hari-harinya dengan berjualan sembako di sebuah warung kecil yang didirikan di depan rumahku yang sederhana, setiap harinya-pun ibuku juga mengalihkan pekerjaannya dengan bertani di sawah bersama bapakku dengan menyewa lahan instansi pemerintah di bidang perairan dan penyuluh pertanian, dengan memiliki sertifikat Hak Guna Usaha (HGU). Artinya sertifikat itu tidak bisa dijual sebagai harta tetap, tetapi bisa digunakan secara turun temurun dan harus sesuai anggaran pajak pemerintah. Ibuku juga memiliki pribadi yang tekun, ulet, dan bermental wirausaha (entrepreneur) hebat dengan usaha dagangnya secara mikro.

Walaupun setiap harinya disibukkan dengan hal yang berbau duniawi ibuku setiap harinya-pun tidak lupa menyibukkan dengan amal ibadah yang tidak kalah rutin, seperti tidak jarang bagi beliau selalu tekun berjama’ah shalat 5 waktu di sebuah Musholla di kampungku, berpuasa setiap hari Senin-Kamis menjadi hobbinya, shalat Dzuha jarang dilupakan setiap harinya, selain itu beliau juga aktif mengikuti Majelis ta’lim kelompok ibu-ibu di kampungku. Pada saat bulan puasa Ramadhan beliaupun juga sering ikut meramaikan kegiatan Tadarus Al-qur’an bersama di Musholla. Dan yang aku ingat tentang kepribadian dan aktivitas ibadahnya, setiap malam beliau selalu bertafakur dan mendo’akan anak-anaknya termasuk diriku yang sedang dalam masa penantian wisuda. Semoga do’a ibuku terkabul oleh dzat Yang Maha Pengasih, Penyayang lagi Maha menghendaki.. Amiin..

Aku bangga dengan ibuku… terima kasih ibu…tiada kata dan perbuatan yang aku lakukan tanpa perjuangan dan do’amu, ya ibu……

Maaf, jika aku menceritakan terlalu panjang tentang ibuku, karena saking cintanya dengan “ibu”. Ibu adalah posisi seseorang yang dimuliakan dalam ridho-Nya, seperti yang telah diterangkan dalam dasar Al-qur’an ataupun Al-Hadits, oleh karena itu, ijinkan aku melantunkan ba’it nasyid berikut:

“Ibu”

“ Bila ku ingat masa kecilku ku selalu menyusahkanmu

Bila kuingat masa kanakku ku selalu mengecewakanmu

Banyak sekali pengorbananmu yang telah kau berikan padaku

Tanpa letih dan tanpa pamrih kau berikan semua itu

Engkaulah yang kukasihi engkaulah yang kurindu..

Kuharap selalu do’amu

Dari dirimu ya..ibu….

Tanpa do’amu takkan kuraih

Tanpa do’amu takkan kucupai

Segala cita yang kuinginkan dari dirimu ya..ibu..”

Kedua orang tuaku, pada usia yang senjanya, dengan melihat keadaan putra-putrinya _ beberapa ada yang berjauhan, “ tak tampak di depan mata tetapi tetap dekat dalam hati ke duanya”, seringkali menjadi beban pikiran beliau ketika beliau sekedar hendak melihat dan meluapkan perasaan suka dukanya kepada putra-putrinya beserta cucu-cucunya dengan canda tawa, sehingga dapat menghangatkan dan melupakan rasa kesepian layaknya berkumpulnya sebuah keluarga besar yang harmonis.

Diantara kakak-kakakku, ada beberapa yang tidak berjauhan di antaranya adalah ke dua kakakku yang rumahnya tidak jauh dari rumah kedua orang tuaku, sehingga ketika ada kabar tentang keadaan bapak dan ibuku merekalah yang paling cepat tahu kabarnya dan segera menemui keduanya. Dan bagi aku dan beberapa kakkaku yang berada di perantauan_ jauh dari keduanya juga tidak diam begitu saja dengan kondisi bapak dan ibuku. Aku dan beberapa kakakku juga mengupayakan untuk sering pulang kampung, sehingga dapat membantu dan mengetahui kabar di rumah.

Di dalam keluargaku, prinsip hidup lebih diutamakan sejak kecil oleh orang tuaku kepada putra-putrinya. Bapakku termasuk adalah seorang tokoh yang dipandang masyarakat di desaku. Oleh karena itu, kehidupan keluargaku terpandang pamali. Artinya keluargaku selalu menjaga prinsip untuk selalu taat dan jangan sekali-kali melupakan dasar agama yang kuat dalam keluarganya, seringkali juga aku dan kakak-kakakku diberi pesan oleh bapakku:

“ kamu jangan lupa shalat, baik wajib ataupun sunnah diselingi ibadah lainnya, dan jaga selalu pergaulan di sekitarmu, bergaulah dengan orang-orang yang jelas dan shalih.”

Pada saat ini juga mereka meiliki nadzar dan azzam yang kuat untuk bisa naik Hajji ke tanah Suci Makkah Al-Mukarromah. Aku dan kakak-kakakku saat ini mulai bermusyawarah bersama, bagaimana kami semua dapat mengusahakan agar ke dua orang tuaku dapat menunaikan ibadah Haji, sebagai kesempurnaan rukun Islam yang kelima bagi setiap muslim yang mampu. Aku dan kakakku saat ini mulai bergotong royong dan bahu membahu mengumpulkan hasil dari finansial masing-masing untuk ditabung kemudian dikumpulkan menjadi satu sehingga mencapai standar jumlah ongkos naik Haji . Semoga bi idznillah mereka berdua dapat tersampaikan nadzar dan Azzam yang diniatkan dengan sabar dan ikhlas. Dan fa insyallah menjadi Haji yang Mabrur. Amiin.

Dalam cerita yang aku tuliskan ini, sebenarnya aku tulis dengan keadaan tinta yang luntur dan melebur menjadi satu dengan tulisan di beberapa lembar kertas putih, terbasahi oleh linangan air mataku yang terurai tanpa kusadari, melukiskan perasaan hatiku yang mendalam. (http://agusakhwan.blogspot.com)

* Penulis adalah hamba Allah yang sedang gundah gulana ingin berubah ke arah yang lebih baik dalam menjalani hidup yang fana ini fi mardhotillah.

Kegagalan: Bagian dari Evaluasi Diri.

Oleh: Syah Azis Perangin Angin

Kemarin sore LPM OBSESI STAIN Purwokerto telah mengumumkan hasil pemenang Lomba Cipta Cerpen Tingkat Mahasiswa se-Indonesia. Kebetulan aku mendapat pesan Facebook dari Pak Wachid BS, salah satu juri di lomba tersebut. Tapi sayang aku belum sempat mengirimkan naskah puisi-puisi religiku. Beberapa bulan yang lalu aku hanya mengirimkan naskah cerita pendek dan esai namun belum ada pengumuman. Baru pemenangan puisi yang yang dipublikasikan.

Aku tahu bahwa Faiz –temanku satu kos- juga ikut mengirimkan naskah puisi dalam lomba tersebut. Pesan FB dari Pak Wachid kubaca berkali-kali, tapi aku tidak menemukan nama Faiz walaupun hanya sebagai nominator. Hal ini yang membuatku setengah hati menyampaikan hasil tersebut kepada Faiz. Untuk menghilangkan rasa penasarannya tanpa berpikir panjang, langsung kukabarkan bahwa ia tidak masuk juara ataupun nominasi dalam lomba tersebut. Pesan Facebook di HPku pun langsung kuberikan kepadnya.

Sejenak ia tidak percaya dan membaca pesan tersebut berkali-kali. Lama-kelamaan kulihat raut wajahnya semakin pucat. Aku merasa ada sesuatu yang berbeda pada mimik mukanya setelah membaca pesan FB tersebut. Sepertinya ia sedang melayang ke angkasa hingga akhirnya jatuh pingsan di depanku. Gdbukk.. Wah berat sekali badan anak ini, aku harus mengangkatnya masuk ke dalam rumah karena dia jatuh di teras depan.

**************************************

Cerita singkat di atas mengawali catatan kita kali ini. Walaupun hanya sebuah cerita fiksi tapi mudah-mudahan bisa menginspirasi kita semua dalam menjalani kehidupan.

Allah telah menciptakan segala Sesuatu berpasang-pasangan. Berpasang-pasangan bukan hanya manusia lho.. Manusia yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Perasaan manusia pun berpasang-pasangan ada susah ada senang, ada rajin ada juga malas. Memang sifat hati seperti itu. Hati dalam bahas Arab disebut “Qolbun”, artinya adalah berbolak-balik. Barangkali inilah sifat dasar hati kita yang kadang-kadang membuat kita tidak teguh pendirian.

Termasuk pengalaman hidup ada sukses juga ada juga gagal. Betapa banyak usaha dalam hidup ini yang setiap hari kita lakukan hasilnya tidak akan lepas dari dua kemungkinan di atas, SUKSES atau GAGAL.

Kedua potensi ini tentu harus kita sikapi dengan bijaksana. Sehingga tidak membawa diri kita melakukan perbuatan yang sia-sia apalagi sampai melakukan perbuatan dosa. Na’udjubullah min djalik. Orang yang sukses sekalipun belum tentu menjadikan dirinya lebih baik. Tidak jarang orang yang sukses jadi lupa Tuhan karena gemerlapnya kehidupan dunia yang ia jalani.

Pun orang yang gagal dalam berusaha acap kali putus asa untuk melanjutkan usaha yang sedang dijalani. Mereka terlalu cepat menyimpulkan bahwa mereka tidak bisa. Hingga pada akhirnya harus terhenti di tengah jalan. Semua pekerjaan akhirnya hanya dilakukan dengan setengah-setengah dan terbengkalai.

Sepertinya ada yang perlu diubah dalam diri kita yaitu konsep diri. Bagaimana kita menyikapi setiap pengalaman sehingga hidup kita akan semakin baik. Kesuksesan itu Bukanlah sesuatu yang harus dibanggakan sehingga kita lupa diri tetapi yang harus disyukuri. Suatu kesuksesan kita peroleh harusnya membuat kita lebih dekat dengan Allah SWT atas anugerah yang telah dilimpahkan kepada kita.

Demikian juga kegagalan. Bahwa ia bukanlah sesuatu yang harus ditangisi. Betapa banyak pelajaran yang kita peroleh dari sebuah kegagalan yang kita alami karena kesuksesan bukanlah bagaimana kita tidak pernah gagal tetapi bagaimana kita bangkit setelah mengalami kegagalan. Bagi orang yang konsep dirinya sudah baik,  kegagalan bahkan merupakan bahan evaluasi yang menarik.

Dalam konteksnya dengan Forum  Lingkar Pena (FLP), saya yakin setiap hari kita menulis dan menulis dalam bentuk apapun. Tidak jarang juga kita mencoba memasukkan tulisan itu ke media massa untuk dimuat atau sampai pada penerbit untuk diterbitkan. Tapi  tidaklah setiap tulisan itu akan dimuat namun diseleksi sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh media massa tersebut. Namun, walaupun tulisan-tulisan kita baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi dan lain sebagainya hanya masuk ke dalam tong-tong sampah tetapi kita harus tetap menulis. Kegagalan adalah tangga pertama menuju kepada kesuksesan. wallahu a’lam bishshowab

Becermin dari Dirimu!

Oleh: Roh Agung Dwi

“Belajarlah dari tubuh anda sendiri yang terus tumbuh berkembang tanpa ada yang menghalangi” (Satria Hadi Lubis)

Ketika kita berdiri di depan cermin, apa yang terlihat? Benar!! Diri kita yang apa adanya. Mengapa demikian? Karena cermin memang hanya menghadirkan diri kita apa adanya, tanpa menghadirkan sesuatu apapun yang dikurangi, bahkan dilebihkan. Sesering apa kita berada di depan cermin? Sering sekali bahkan hampir di setiap saat kita ingin becermin melihat diri sendiri.

Namun sadarkah kita, sejauh apa kita telah memahami makna dari becermin itu sendiri? Sering kali kita becermin hanya untuk memperbaiki penampilan fisik yang saat ini. Itu benar, karena modal awal seseorang untuk menumbuhkan rasa percaya diri adalah memperbaiki penampilan yang kurang baik menjadi lebih baik, bahkan harus yang terbaik. Tapi sebatas itukah tujuan dari becermin? Hanya memperbaiki penampilan fisik semata. Tidak!!! Ada hal lain yang lebih urgen (penting) dari itu, yakni becermin dari diri sendiri untuk memperbaiki diri. Maksudnya, bukan hanya memperbaiki secara fisik (luar), namun juga dari dalam.

Coba mulai saat ini, saat anda becermin terapkan dua hal. Hal yang Pertama, bagaimana penampilan saya hari ini? Sudah rapikah? Atau masih ada yang kurang? Kemudian yang kedua, bagaimana penampilan yang saya hadirkan hari ini? Sudah cukup persiapankah saya hari ini? Apa yang harus saya benahi supaya tidak lagi grogi seperti sebelumnya? Dan lain sebagainya …..

Itulah yang dimaksud dari becermin dari diri sendiri. Selain penampilan fisik luar yang dihadirkan, tetapi penampilan dalam yang harus dibenahi. Misalnya seperti materi-materi yang harus saya sampaikan hari ini. Sudah cukup relevankah atau masih ada yang perlu dibenahi? Alat-alat atau bahan apa yang harus saya bawa supaya tidak terulang lagi kesalahan sebelumnya. (Dwi)

Laporan Hasil Musyawarah Ranting I

Forum Lingkar Pena (FLP) Zona Ngaliyan

Segala puji hanya milik Allah SWT – Tuhan semeste alam. Shalawat dan salam kepada Muhammad SAW teladan hidup manusia. Dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup. Mudah-mudahan kebahagian hidup dunia dan akhirat senantias tergapai oleh selurh makhluknya.

Ahamdulillah,. Pada hari Sabtu – Ahad pada tanggal 08 – 09 Agustus 2009 telah diadakan Musyawarah Ranting I FLP Zona Ngaliyan, Tepatnya di Gedung MWC NU Patebon, desa Purwosari, Kendal.

Walaupun Musran ini hanya dihadiri oleh 20 orang anggota FLP Zona serta berbagai kendala yang ada, musyawarah ranting ini berhasil merumuskan GBHK dan MPO sebagai acun kerja FLP untuk satu tahun mendatang.

Selain itu musyawarah ini juga mengamanahkan kepada Akhina Syah Azis Perangin Angin (Mahasiswa Semester VII Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo) untuk melanjutkan estafet kepemimpinan menggantikan Akhina Nur Ariyanto dengan gigih telah mengembangkan FLP agar bisa eksis di Ngaliyan dan sekitarnya.

Selain itu dibentuk tim formatur sebanyak 5 orang yang terdiri dari Akhina Syah Azis, Akhina Nur Ariyanto, Akhina Roh Agung Dwi Wicaksono, Ukhtina Eva Nuriyatul Fajr, dan Ukhtian Titi Rochmah.

Semoga mas’ul baru mampu mengemban amanah ini dengan baik dan kepada Tim Formatur dapat membentuk struktur baru yang mampu menggerakkan FLP Zona Ngaliyan menjadi lebih baik dan menjadikan kader mampu bersaing di dunia sastra dan kepenulisan. Amiin….

Ikutilah Musyawarah Ranting

Sukseskanlah Musyawarah Ranting

Forum Lingkar Pena (FLP) Zona Ngaliyan – Semarang.

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada :

Hari/tanggal : Sabtu – Ahad, 08-09 Agustus 2009

Waktu : Pukul 13.00 – Selesai

Tempat : MWC NU Patebon Purwosari Kendal

Tema : “Meneguhkan Peran FLP sebagai Wahana Perubahan Sosial”

pemberangkatan: Kumpul di Masjid Kampus I IAIN Walisongo

Hari Sabtu Pkl. 13.00 Wib

bagi yang mau ikut harap segera konfirmasi kepada sdr Khairul Anam Cp: 085226538950 (IAIN Walisongo); Sdri Silvia CP: 081325184154 (UNNES PGSD); khaoirul Minan CP: 085226228546 (AIS MUHAMMADIYAH)

kontribusi RP. 20.000,-

Terima Kasih.